First love is not always
happy ending, but a right relationship has always a sweet journey J
Namaku Rani, aku karyawan swasta di salah
satu kota besar di Indonesia. Aku punya kisah cinta pertama, aku ingat waktu
itu aku masih duduk dibangku SMP. Dia teman sekelasku, namanya Dito. Dia
tinggi, ganteng, putih bersih tapi agak kurus. Dito anak yang ceria, banyak
kenal dengan cewek- cewek di sekolah. Aku menaruh simpati padanya, iya sejak
kelas 1 SMP. Kami selalu sekelas, ada teman kami juga sih namanya Gie. Kami
bertiga berteman akrab. Tapi.. Dito nggak pernah tahu, gimana perasaanku ke
dia. Aku termasuk anak pendiam, nggak pernah ada yang tahu aku suka sama siapa,
termasuk Gie juga.
Diam-diam aku selalu memperhatikan Dito,
waktu dia istirahat, main basket, atau waktu pulang sekolah. Dito lebih dekat
dengan Gie, mungkin karena mereka sama-sama laki-laki. Aku sangat pintar
menyembunyikan perasaanku, kalau di depan Dito aku selalu memancing dia, wanita
seperti apa sih yang dia suka.. sampai aku dengar kabar kalau Dito lagi PDKT
sama Ria, anak kelas sebelah. Ada semacam rasa, aneh.. tapi aku coba
mengalihkannya. Aku coba nggak peduli, aku fokus ke sekolah, aku raih nilai terbaik
di kelas dan.. pada akhirnya aku lulus dengan nilai terbaik di sekolah.
Bukannya aku nggak pernah mencoba
mengalihkan pandanganku ke anak lain. Aku juga pacaran, dengan Egi, anak kelas
sebelah. Tapi ketika aku memutuskan pacaran, no feel. Aku nggak ngerasain
perasaan yang sama kayak ke Dito. Dalam benakku, nggak ada salahnya kan aku
pacaran sama Egi, dia baik, manis juga. Dan sewaktu aku pacaran sama Egi,
aku nggak tau Dito peduli apa nggak. Dia nggak pernah comment, dia juga nggak
pernah cerita tentang hubungannya dengan Ria.
Masa pacaranku nggak lama sama Egi, waktu
itu Egi minta putus. Dia bilang sebentar lagi mau ujian sekolah dia mau
konsentrasi belajar. Ya.. aku pikir alasannya logis, aku iyakan.. walaupun
sebenernya nyesek, karena aku mulai sayang sama Egi.. selang 1 minggu kami
putus, aku denger kabar kalau Egi jadian lagi sama temen sekelasku Evi. Rasanya
kayak dihianati, aku berusaha tegar nggak keliatan cengeng di depan mereka ya
walaupun ujungnya aku tetep nangis bombay. Dan tetep semua itu aku pendam
sendiri, nggak ada yang tau rasa hatiku.
Waktu kelulusan SMP, sekolah kami
mengadakan rekreasi ke Jogja. Aku udah lebih fresh, nggak ada beban lagi.
Ketika itu, aku ngumpul sama gerombolanku Dito dan Gie. Kemana – mana selalu
bareng, ke museum, ke pantai sambil bercanda. Entah.. aku merasa dekat lagi
dengan Dito, tapi tetap nggak berani ngungkapin. Dia selalu memperlakukan cewek
dengan manis, aku sampai mikir dia itu playboy tukang rayu.. tapi aku suka.
Tiba-tiba timbul perasaan itu lagi, kenapa selalu balik lagi ke dia?
Ketika di museum, ada suatu moment yang
paling aku ingat. Waktu itu Dito ngerangkul pundakku dari belakang, nggak
pernah aku ngerasa sedekat ini sama dia. Waktu itu dia bilang, enak ya kalau
gini, nggak ada kata canggung. Kita teman, jadi kalau ngerangkul gini nggak
aneh. Kalau pacaran malah aneh, kayak mau mesum aja. Hemm.. oke berarti dia
emang nggak ada perasaan apa-apa ke aku.
Ketika masuk SMA, aku, Dito, dan Gie pisah
sekolah. Dan komunikasi kami pun nggak lancar lagi. Aku jarang denger kabar
mereka lagi. Di SMA, aku tetep cewek pendiam, nggak punya banyak teman.
Walaupun gitu.. aku aktif di kegiatan ekskul sains di SMAku, bareng temen
baruku Cindy. Disitu aku ketemu temen satu ekskul namanya Riza. Anaknya baik,
tinggi kurus dan manis. Dari seringnya kami bertemu akhirnya aku sama Riza
jadian. Awalnya indah banget, ya.. cinta jaman SMA gimana sih?? Tapi lama-lama
aku merasa dia over protect. Aku jalan sama temen-temen aja nggak boleh, harus
ngajak dia, apalagi kalau sampai ada cowoknya. Dia sangat pencemburu, lama-lama
aku bosan dengannya,entahlah tiba-tiba aja aku nggak sayang lagi. Akhirnya aku
putusin dia karena udah nggak kuat.
Selepas SMA, aku kuliah dan pisah sama
Cindy & Riza. Ya emang sengaja aku menjauh sama Riza, karena aku takut
sama dia, ternyata dia masih tetap ngejar-ngejar aku. Dan akhirnya aku berhasil
menjauh dari Riza.
Di bangku kuliah, rasanya aku males sekali
pacaran. Tiap pacaran selalu nggak happy, ada aja masalah. Dan selama aku
pacaran, nggak pernah merasa jatuh cinta. Hanya karena calon pacarku itu baik
ya makanya jadian.
Suatu hari, teman-teman ngadain reuni
kelas SMP. Aku excited banget, akhirnya aku bisa ketemu lagi sama Dito
& Gie. Tapi sayangnya Gie waktu itu nggak bisa dateng. Aku sama Dito
ditunjuk sebagai panitia, jadi akhirnya kami sering ketemu, ngobrol. Aku nggak
habis pikir, rasa yang pernah ada dulu masih tersisa dihatiku.
Setelah reuni itu, hubunganku dengan Dito
makin intens. Kami sering kirim sms, kadang dia telepon juga. Aku seneng banget
bisa akrab lagi, ada sesuatu dihatiku entah apa namanya... obrolan kami biasa
layaknya sahabat karib, sampai akhirnya dia pamit akan berangkat ke negeri
sakura untuk urusan pekerjaan. Iyaa.. selain kuliah dia juga sudah bekerja, aku
bangga padanya.
Di negeri sakura, dia nggak pernah lupa
ngasih kabar. Foto-foto disana, keadaan dia, teman-temannya. Sebisa mungkin aku
bisa bales chattingannya di sela-sela kuliahku. Maklum lah, perbedaan waktu
disana 4 jam dengan Indonesia. Lama-lama aku merasa ketergantungan, saat dia
nggak ada kabar, aku yang chat duluan.
Suatu hari, aku minta dia kirim email
foto-foto disana dan dia pun demikian selalu minta foto terbaruku. Entah gimana
bisa terjadi, seluruh memori emailnya terkirim ke emailku. Terlihat email-
email pribadi dia, dan aku baca tujuannya ke email seorang perempuan namanya
Santi Dwi Ningrum.
Aku buka satu per satu percakapan mereka,
disitu terlihat kalau Santi bukan wanita biasa bagi Dito mereka pacaran bahkan
punya panggilan sayang. Mereka saling support, saling memberi nasehat. Seketika
itu aku merasa sakit, dada ku sesak, di email itu juga ada foto mereka berdua.
Seumur hidup aku nggak pernah pengen
membenci seseorang, tapi aku benci cewek itu. Aku benci padanya, aku nggak
suka. Aku marah sama Dito, aku bales emailnya. Kamu pacaran sama cewek ini?
Emailmu ke dia sudah aku baca semua. Dito merasa bersalah, dia minta maaf. Dia
menjelaskan kalau sudah mengakhiri hubungannya dengan Santi.
Santi, wanita yang kelihatannnya sangat
dicintai Dito, ketika aku marah Dito rela telepon internasional ber
jam-jam untuk menjelaskan padaku bagaimana hubungan Santi dengannya. Hubungan
Dito dan Santi belum lama berakhir, Santi dijodohkan ayahnya dengan pria lain.
Dan Dito harus merelakannya. Tapi aku bisa membaca ada nada sayang yang teramat
dalam Dito pada diri Santi. Aku cemburu, seperti apa sih Santi? Bagaimana dia
bisa membuat Dito begitu sayang padanya? Sebaik apa dia? Kenapa Dito nggak
pernah liat kebaikanku juga? Kenapa Dito nggak mencintaiku sama seperti rasa
cintanya ke Santi? Aku cape... aku lelah mencintainya, aku marah...
Sejak saat itu, aku menghilang dari
kehidupan Dito. Walaupun aku sangat merindukannya, aku tahan rasa ini, tiap dia
on chatting aku selalu invisible. Kalaupun kami sama-sama on kami tidak saling
memulai percakapan. Mungkin dia juga sadar, aku marah padanya. Aku membatasi
hubungan dengannya.
Waktu terus berlalu sampai aku lulus
kuliah dan bekerja. Selama ini aku nggak pernah pacaran lagi. Aku enjoy dengan
teman-temanku,nggak pernah terpikirkan lagi dengan yang namanya pacaran. Suatu
hari, Dito telepon aku. Dia sudah kembali ke tanah air. Aku senang, aku masih
menganggap dia sahabat, sahabat yang aku kenal sejak SMP.
Entah kapan dimulainya sejak saat itu,
Dito mulai sering menghubungiku lagi. Telepon ataupun sms. Dan anehnya aku juga
terus menerus meresponnya. Dia bilang kalau ngobrol denganku dia merasa
bersemangat. Dan akupun juga demikian. Perasaan yang lama muncul lagi, aku
masih sayang dia. Dan kali ini dia juga merespon perasaanku. Aku tau itu, lama
kelamaan kami semakin dekat. Nggak ada kata pacaran, tapi kami lebih dari
sekedar teman.
Kami keluar jalan-jalan seperti layaknya
orang pacaran. Dia main ke rumah, membelikan aku ini itu. Sampai akhirnya orang
tuaku mengerti kalau kami ada hubungan. Pada dasarnya orang tuaku tidak setuju
aku berhubungan dengannya. Iya.. kami beda agama. Aku tidak pernah terpikir
untuk menjadikan agama sebagai penghalang sebuah hubungan tapi.. itu memang
sangat tidak bisa diterima.
Waktu aku diminta untuk mengakhiri
hubunganku dengan Dito, aku menangis sejadinya di kamarku. Meratapi kenapa kami
harus berpisah? Dan ternyata orang tua Dito pun demikian, tidak memperbolekanku
berhubungan dengannya. Aku mencintai Dito tapi aku juga menyayangi kedua orang
tuaku. Kami akhirnya sepakat berpisah secara baik-baik. “We are still friend
ya?” begitu katanya.. “iya pasti.. jawabku”
Semenjak itu, aku mulai fokus ke karir.
Aku mencoba tidak memikirkannya lagi, tapi ternyata Dito masih berusaha
menghubungiku. Awalnya hanya sekedar menanyakan kabar, namun akhirnya kami
terjebak nostalgia. Dia bercerita ternyata selama SMP dulu dia diam-diam
menyukaiku, dia nggak pernah pacaran dengan Ria, dia juga suka mencuri pandang
terhadapku dan sering membuntutiku sewaktu pulang sekolah. Kami saling memendam
rasa selama hampir 13 tahun dan baru hari ini kami tahu perasaan masing-masing.
To be continue....
No comments:
Post a Comment