Foto

Foto

Saturday, November 29, 2014

Cerpen

First love is not always happy ending, but a right relationship has always a sweet journey J

Namaku Rani, aku karyawan swasta di salah satu kota besar di Indonesia. Aku punya kisah cinta pertama, aku ingat waktu itu aku masih duduk dibangku SMP. Dia teman sekelasku, namanya Dito. Dia tinggi, ganteng, putih bersih tapi agak kurus. Dito anak yang ceria, banyak kenal dengan cewek- cewek di sekolah. Aku menaruh simpati padanya, iya sejak kelas 1 SMP. Kami selalu sekelas, ada teman kami juga sih namanya Gie. Kami bertiga berteman akrab. Tapi.. Dito nggak pernah tahu, gimana perasaanku ke dia. Aku termasuk anak pendiam, nggak pernah ada yang tahu aku suka sama siapa, termasuk Gie juga.

Diam-diam aku selalu memperhatikan Dito, waktu dia istirahat, main basket, atau waktu pulang sekolah. Dito lebih dekat dengan Gie, mungkin karena mereka sama-sama laki-laki. Aku sangat pintar menyembunyikan perasaanku, kalau di depan Dito aku selalu memancing dia, wanita seperti apa sih yang dia suka.. sampai aku dengar kabar kalau Dito lagi PDKT sama Ria, anak kelas sebelah. Ada semacam rasa, aneh.. tapi aku coba mengalihkannya. Aku coba nggak peduli, aku fokus ke sekolah, aku raih nilai terbaik di kelas dan.. pada akhirnya aku lulus dengan nilai terbaik di sekolah.

Bukannya aku nggak pernah mencoba mengalihkan pandanganku ke anak lain. Aku juga pacaran, dengan Egi, anak kelas sebelah. Tapi ketika aku memutuskan pacaran, no feel. Aku nggak ngerasain perasaan yang sama kayak ke Dito. Dalam benakku, nggak ada salahnya kan aku pacaran sama Egi, dia baik, manis juga.  Dan sewaktu aku pacaran sama Egi, aku nggak tau Dito peduli apa nggak. Dia nggak pernah comment, dia juga nggak pernah cerita tentang hubungannya dengan Ria.

Masa pacaranku nggak lama sama Egi, waktu itu Egi minta putus. Dia bilang sebentar lagi mau ujian sekolah dia mau konsentrasi belajar. Ya.. aku pikir alasannya logis, aku iyakan.. walaupun sebenernya nyesek, karena aku mulai sayang sama Egi.. selang 1 minggu kami putus, aku denger kabar kalau Egi jadian lagi sama temen sekelasku Evi. Rasanya kayak dihianati, aku berusaha tegar nggak keliatan cengeng di depan mereka ya walaupun ujungnya aku tetep nangis bombay. Dan tetep semua itu aku pendam sendiri, nggak ada yang tau rasa hatiku.

Waktu kelulusan SMP, sekolah kami mengadakan rekreasi ke Jogja. Aku udah lebih fresh, nggak ada beban lagi. Ketika itu, aku ngumpul sama gerombolanku Dito dan Gie. Kemana – mana selalu bareng, ke museum, ke pantai sambil bercanda. Entah.. aku merasa dekat lagi dengan Dito, tapi tetap nggak berani ngungkapin. Dia selalu memperlakukan cewek dengan manis, aku sampai mikir dia itu playboy tukang rayu.. tapi aku suka. Tiba-tiba timbul perasaan itu lagi, kenapa selalu balik lagi ke dia?

Ketika di museum, ada suatu moment yang paling aku ingat. Waktu itu Dito ngerangkul pundakku dari belakang, nggak pernah aku ngerasa sedekat ini sama dia. Waktu itu dia bilang, enak ya kalau gini, nggak ada kata canggung. Kita teman, jadi kalau ngerangkul gini nggak aneh. Kalau pacaran malah aneh, kayak mau mesum aja. Hemm.. oke berarti dia emang nggak ada perasaan apa-apa ke aku.

Ketika masuk SMA, aku, Dito, dan Gie pisah sekolah. Dan komunikasi kami pun nggak lancar lagi. Aku jarang denger kabar mereka lagi. Di SMA, aku tetep cewek pendiam, nggak punya banyak teman. Walaupun gitu.. aku aktif di kegiatan ekskul sains di SMAku, bareng temen baruku Cindy. Disitu aku ketemu temen satu ekskul namanya Riza. Anaknya baik, tinggi kurus dan manis. Dari seringnya kami bertemu akhirnya aku sama Riza jadian. Awalnya indah banget, ya.. cinta jaman SMA gimana sih?? Tapi lama-lama aku merasa dia over protect. Aku jalan sama temen-temen aja nggak boleh, harus ngajak dia, apalagi kalau sampai ada cowoknya. Dia sangat pencemburu, lama-lama aku bosan dengannya,entahlah tiba-tiba aja aku nggak sayang lagi. Akhirnya aku putusin dia karena udah nggak kuat.

Selepas SMA, aku kuliah dan pisah sama Cindy & Riza. Ya emang sengaja aku menjauh sama Riza, karena aku takut sama dia, ternyata dia masih tetap ngejar-ngejar aku. Dan akhirnya aku berhasil menjauh dari Riza.

Di bangku kuliah, rasanya aku males sekali pacaran. Tiap pacaran selalu nggak happy, ada aja masalah. Dan selama aku pacaran, nggak pernah merasa jatuh cinta. Hanya karena calon pacarku itu baik ya makanya jadian.


Suatu hari, teman-teman ngadain reuni kelas SMP. Aku excited banget, akhirnya aku bisa ketemu lagi sama Dito & Gie. Tapi sayangnya Gie waktu itu nggak bisa dateng. Aku sama Dito ditunjuk sebagai panitia, jadi akhirnya kami sering ketemu, ngobrol. Aku nggak habis pikir, rasa yang pernah ada dulu masih tersisa dihatiku.


Setelah reuni itu, hubunganku dengan Dito makin intens. Kami sering kirim sms, kadang dia telepon juga. Aku seneng banget bisa akrab lagi, ada sesuatu dihatiku entah apa namanya... obrolan kami biasa layaknya sahabat karib, sampai akhirnya dia pamit akan berangkat ke negeri sakura untuk urusan pekerjaan. Iyaa.. selain kuliah dia juga sudah bekerja, aku bangga padanya.

Di negeri sakura, dia nggak pernah lupa ngasih kabar. Foto-foto disana, keadaan dia, teman-temannya. Sebisa mungkin aku bisa bales chattingannya di sela-sela kuliahku. Maklum lah, perbedaan waktu disana 4 jam dengan Indonesia. Lama-lama aku merasa ketergantungan, saat dia nggak ada kabar, aku yang chat duluan.

Suatu hari, aku minta dia kirim email foto-foto disana dan dia pun demikian selalu minta foto terbaruku. Entah gimana bisa terjadi, seluruh memori emailnya terkirim ke emailku. Terlihat email- email pribadi dia, dan aku baca tujuannya ke email seorang perempuan namanya Santi Dwi Ningrum. 

Aku buka satu per satu percakapan mereka, disitu terlihat kalau Santi bukan wanita biasa bagi Dito mereka pacaran bahkan punya panggilan sayang. Mereka saling support, saling memberi nasehat. Seketika itu aku merasa sakit, dada ku sesak, di email itu juga ada foto mereka berdua.

Seumur hidup aku nggak pernah pengen membenci seseorang, tapi aku benci cewek itu. Aku benci padanya, aku nggak suka. Aku marah sama Dito, aku bales emailnya. Kamu pacaran sama cewek ini? Emailmu ke dia sudah aku baca semua. Dito merasa bersalah, dia minta maaf. Dia menjelaskan kalau sudah mengakhiri hubungannya dengan Santi.

Santi, wanita yang kelihatannnya sangat dicintai Dito, ketika aku marah Dito rela telepon internasional  ber jam-jam untuk menjelaskan padaku bagaimana hubungan Santi dengannya. Hubungan Dito dan Santi belum lama berakhir, Santi dijodohkan ayahnya dengan pria lain. Dan Dito harus merelakannya. Tapi aku bisa membaca ada nada sayang yang teramat dalam Dito pada diri Santi. Aku cemburu, seperti apa sih Santi? Bagaimana dia bisa membuat Dito begitu sayang padanya? Sebaik apa dia? Kenapa Dito nggak pernah liat kebaikanku juga? Kenapa Dito nggak mencintaiku sama seperti rasa cintanya ke Santi? Aku cape... aku lelah mencintainya, aku marah...

Sejak saat itu, aku menghilang dari kehidupan Dito. Walaupun aku sangat merindukannya, aku tahan rasa ini, tiap dia on chatting aku selalu invisible. Kalaupun kami sama-sama on kami tidak saling memulai percakapan. Mungkin dia juga sadar, aku marah padanya. Aku membatasi hubungan dengannya.

Waktu terus berlalu sampai aku lulus kuliah dan bekerja. Selama ini aku nggak pernah pacaran lagi. Aku enjoy dengan teman-temanku,nggak pernah terpikirkan lagi dengan yang namanya pacaran. Suatu hari, Dito telepon aku. Dia sudah kembali ke tanah air. Aku senang, aku masih menganggap dia sahabat, sahabat yang aku kenal sejak SMP.

Entah kapan dimulainya sejak saat itu, Dito mulai sering menghubungiku lagi. Telepon ataupun sms. Dan anehnya aku juga terus menerus meresponnya. Dia bilang kalau ngobrol denganku dia merasa bersemangat. Dan akupun juga demikian. Perasaan yang lama muncul lagi, aku masih sayang dia. Dan kali ini dia juga merespon perasaanku. Aku tau itu, lama kelamaan kami semakin dekat. Nggak ada kata pacaran, tapi kami lebih dari sekedar teman.

Kami keluar jalan-jalan seperti layaknya orang pacaran. Dia main ke rumah, membelikan aku ini itu. Sampai akhirnya orang tuaku mengerti kalau kami ada hubungan. Pada dasarnya orang tuaku tidak setuju aku berhubungan dengannya. Iya.. kami beda agama. Aku tidak pernah terpikir untuk menjadikan agama sebagai penghalang sebuah hubungan tapi.. itu memang sangat tidak bisa diterima.

Waktu aku diminta untuk mengakhiri hubunganku dengan Dito, aku menangis sejadinya di kamarku. Meratapi kenapa kami harus berpisah? Dan ternyata orang tua Dito pun demikian, tidak memperbolekanku berhubungan dengannya. Aku mencintai Dito tapi aku juga menyayangi kedua orang tuaku. Kami akhirnya sepakat berpisah secara baik-baik. “We are still friend ya?” begitu katanya.. “iya pasti.. jawabku”

Semenjak itu, aku mulai fokus ke karir. Aku mencoba tidak memikirkannya lagi, tapi ternyata Dito masih berusaha menghubungiku. Awalnya hanya sekedar menanyakan kabar, namun akhirnya kami terjebak nostalgia. Dia bercerita ternyata selama SMP dulu dia diam-diam menyukaiku, dia nggak pernah pacaran dengan Ria, dia juga suka mencuri pandang terhadapku dan sering membuntutiku sewaktu pulang sekolah. Kami saling memendam rasa selama hampir 13 tahun dan baru hari ini kami tahu perasaan masing-masing.

To be continue....


No comments:

Post a Comment